Candi Borobudur
Candi Borobudur adalah candi terbesar peninggalan Abad ke
sembilan. Candi ini terlihat begitu impresif dan kokoh sehingga terkenal
seantero dunia. Peninggalan sejarah yang bernilai tinggi ini sempat menjadi
salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Namun tahukah Anda bahwa seperti halnya
pada bangunan purbakala yang lain, Candi Borobudur tak luput dari misteri
mengenai cara pembuatannya? Misteri ini banyak melahirkan pendapat yang
spekulatif hingga kontroversi.
Candi Borobudur memiliki struktur dasar punden berundak,
dengan enam pelataran berbentuk bujur sangkar, tiga pelataran berbentuk bundar
melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di
semua pelatarannya beberapa stupa. Candi Borobudur didirikan di atas sebuah
bukit atau deretan bukit-bukit kecil yang memanjang dengan arah Barat-Barat
Daya dan Timur-Tenggara dengan ukuran panjang ± 123 m, lebar ± 123 m dan tinggi
± 34.5 m diukur dari permukaan tanah datar di sekitarnya dengan puncak bukit
yang rata.
Candi Borobudur juga terlihat cukup kompleks dilihat dari
bagian-bagian yang dibangun. Terdiri dari 10 tingkat dimana tingkat 1-6
berbentuk persegi dan sisanya bundar. Dinding candi dipenuhi oleh gambar relief
sebanyak 1460 panel. Terdapat 504 arca yang melengkapi candi.
Inti tanah yang berfungsi sebagai tanah dasar atau tanah
pondasi Candi Borobudur dibagi menjadi 2, yaitu tanah urug dan tanah asli
pembentuk bukit. Tanah urug adalah tanah yang sengaja dibuat untuk tujuan
pembangunan Candi Borobudur, disesuaikan dengan bentuk bangunan candi. Menurut
Sampurno Tanah ini ditambahkan di atas tanah asli sebagai pengisi dan pembentuk
morfologi bangunan candi. Tanah urug ini sudah dibuat oleh pendiri Candi
Borobudur, bukan merupakan hasil pekerjaan restorasi. Ketebalan tanah urug ini
tidak seragam walaupun terletak pada lantai yang sama, yaitu antara 0,5-8,5 m.
Batuan penyusun Candi Borobudur berjenis andesit dengan
porositas yang tinggi, kadar porinya sekitar 32%-46%, dan antara lubang pori
satu dengan yang lain tidak berhubungan. Kuat tekannya tergolong rendah jika
dibandingkan dengan kuat tekan batuan sejenis. Dari hasil penelitian Sampurno
(1969), diperoleh kuat tekan minimum sebesar 111 kg/cm2 dan kuat tekan maksimum
sebesar 281 kg/cm2. Berat volume batuan antara 1,6-2 t/m3.
Data mengenai candi ini baik dari sisi design, sejarah, dan
falsafah bangunan begitu banyak tersedia. Banyak ahli sejarah dan bangunan
purbakala menulis mengenai keistimewaan candi ini.
Hasil penelusuran data baik di buku maupun internet, tidak
ada satupun yang sedikit mengungkapkan mengenai misteri cara pembangunan candi.
Satu-satunya informasi adalah tulisan mengenai sosok Edward Leedskalnin yang
aneh dan misterius. Dia mengatakan “Saya telah menemukan rahasia-rahasia
piramida dan bagaimana cara orang Mesir purba, Peru, Yucatan dan Asia (Candi
Borobudur) mengangkat batu yang beratnya berton-ton hanya dengan peralatan yang
primitif.”
Edward adalah orang yang membangun Coral Castle yang
terkenal. Beberapa orang lalu memperkirakan bagaimana cara kerja dia untuk
mengungkap misteri tentang pengetahuan dia bagaimana bangunan purba dibangun.
Berikut pendapat beberapa orang dan ahli mengenai cara
Edward membangun Coral Castle:
1. Ada yang mengatakan bahwa ia mungkin telah berhasil
menemukan rahasia para arsitek masa purba yang membangun monumen seperti
piramida dan Stonehenge.
2. Ada yang mengatakan mungkin Edward menggunakan semacam
peralatan anti gravitasi untuk membangun Coral Castle.
3. David Hatcher Childress, penulis buku Anty Gravity and
The World Grid, memiliki teori yang menarik. Menurutnya wilayah Florida Selatan
yang menjadi lokasi Coral Castle memiliki diamagnetik kuat yang bisa membuat
sebuah objek melayang. Apalagi wilayah Florida selatan masih dianggap sebagai
bagian dari segitiga bermuda. David percaya bahwa Edward Leedskalnin
menggunakan prinsip diamagnetik jaring bumi yang memampukannya mengangkat batu
besar dengan menggunakan pusat massa. David juga merujuk pada buku catatan
Edward yang ditemukan yang memang menunjukkan adanya skema-skema magnetik dan
eksperimen listrik di dalamnya. Walaupun pernyataan David berbau sains, namun
prinsip-prinsip esoterik masih terlihat jelas di dalamnya.
4. Penulis lain bernama Ray Stoner juga mendukung teori ini.
Ia bahkan percaya kalau Edward memindahkan Coral Castle ke Homestead karena ia
menyadari adanya kesalahan perhitungan matematika dalam penentuan lokasi Coral
Castle. Jadi ia memindahkannya ke wilayah yang memiliki keuntungan dalam segi
kekuatan magnetik.
Akhirnya didapat foto yang berhasil diambil pada waktu
Edward mengerjakan Coral Castle menunjukkan bahwa ia menggunakan cara yang sama
yang digunakan oleh para pekerja modern, yaitu menggunakan prinsip yang disebut
block and tackle.
Beda Coral Castle beda pula Candi Borobudur. Coral Castle
masih menungkinkan menggunakan Block dan Tackle. Untuk Candi Borobudur rasanya
block dan tackle pun masih belum ada. Lalu bagaimana sebenarnya cara membuat
Candi ini?. Misteri yang belum terungkap berdasarkan informasi di atas. Saya
coba mulai berfikir ulang terlepas dari misteri dengan mencoba menganalisis
data-data yang ada.
Ada beberapa aspek yang diperhatikan sebelum memperkirakan
bagaimana candi ini dibangun, yaitu:
Bentuk bangunan. Candi ini berbentuk tapak persegi ukuran
panjang ± 123 m, lebar ± 123 m dan tinggi ± 42 m. Luas 15.129 m2.
Volume material utama. Material utama candi ini adalah
batuan andesit berporositas tinggi dengan berat jenis 1,6-2,0 t/m3.
Diperkirakan terdapat 55.000 m3 batu pembentuk candi atau sekitar 2 juta batuan
dengan ukuran batuan berkisar 25 x 10 x 15 cm. Berat per potongan batu sekitar
7,5 – 10 kg.
Konstruksi bangunan. Candi borobudur merupakan tumpukan batu
yang diletakkan di atas gundukan tanah sebagai intinya, sehingga bukan
merupakan tumpukan batuan yang masif. Inti tanah juga sengaja dibuat
berundak-undak dan bagian atasnya diratakan untuk meletakkan batuan candi.
Setiap batu disambung tanpa menggunakan semen atau perekat.
Batu-batu ini hanya disambung berdasarkan pola dan ditumpuk.
Semua batu tersebut diambil dari sungai di sekitar candi
borobudur.
Candi borobudur merupakan bangunan yang kompleks dilihat
dari bagian-bagian yang dibangun. Terdiri dari 10 tingkat dimana tingkat 1-6
berbentuk persegi dan sisanya bundar. Dinding candi dipenuhi oleh gambar relief
sebanyak 1460 panel. Terdapat 505 arca yang melengkapi candi.
Teknologi yang tersedia. Pada saat itu belum ada teknologi
angkat dan pemindahan material berat yang memadai. Diperkirakan menggunakan
metode mekanik sederhana.
Perkiraan jangka waktu pelaksanaan. Tidak ada informasi yang
akurat. Namun beberapa sumber menyebutkan bahwa candi borobudur dibangun mulai
824 m – 847 m. Ada referensi lain yang menyebut bahwa candi dibangun dari 750 m
hingga 842 m atau 92 tahun.
Pembangunan candi dilakukan bertahap. Pada awalnya dibangun
tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak. Tetapi
kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Tahap kedua,
pondasi borobudur diperlebar, ditambah dengan dua undak persegi dan satu undak
lingkaran yang langsung diberikan stupa induk besar. Tahap ketiga, undak atas
lingkaran dengan stupa induk besar dibongkar dan dihilangkan dan diganti tiga
undak lingkaran. Stupa-stupa dibangun pada puncak undak-undak ini dengan satu
stupa besar di tengahnya. Tahap keempat, ada perubahan kecil, yakni pembuatan
relief perubahan pada tangga dan pembuatan lengkung di atas pintu.
Suatu hal yang unik, bahwa candi ini ternyata memiliki
arsitektur dengan format menarik atau terstruktur secara matematika. Setiap
bagain kaki, badan dan kepala candi selalu memiliki perbandingan 4:6:9.
Penempatan-penempatan stupanya juga memiliki makna tersendiri, ditambah lagi
adanya bagian relief yang diperkirakan berkatian dengan astronomi menjadikan
borobudur memang merupakan bukti sejarah yang menarik untuk di amati.
Jumlah stupa di tingkat arupadhatu (stupa puncak tidak di
hitung) adalah: 32, 24, 26 yang memiliki perbandingan yang teratur, yaitu 4:2,
dan semuanya habis dibagi 8. Ukuran tinggi stupa di tiga tingkat tsb.
Adalah:
1,9m; 1,8m; masing-masing bebeda 10 cm. Begitu juga diameter dari stupa-stupa
tersebut, mempunyai ukuran tepat sama pula dengan tingginya : 1,9m; 1,8m; 1,7m.
Beberapa bilangan di borobudur, bila dijumlahkan
angka-angkanya akan berakhir menjadi angka 1 kembali. Diduga bahwa itu memang
dibuat demikian yang dapat ditafsirkan : Angka 1 melambangkan ke-esaan sang
adhi buddha. Jumlah tingkatan borobudur adalah 10, angka-angka dalam 10 bila
dijumlahkan hasilnya : 1 + 0 = 1. Jumlah stupa di arupadhatu yang didalamnya
ada patung-patungnya ada : 32 + 24 + 16 + 1 = 73, angka 73 bila dijumlahkan
hasilnya: 10 dan seperti diatas 1 + 0 = 10. Jumlah patung-patung di borobudur
seluruhnya ada 505 buah. Bila angka-angka didalamnya dijumlahkan, hasilnya 5 +
0 + 5 = 10 dan juga seperti diatas 1 + 0 = 1.
Melihat data-data di atas, tentunya masih bersifat
perkiraan, saya mencoba memberikan beberapa analisa yang mudah-mudahan dapat
dikomentari sebagai usaha kita menguak misteri yang ada sebagai berikut:
1. dari data yang ada disebutkan bahwa ukuran batu candi
adalah sekitar 25 x 10 x 15 cm dengan berat jenis batu adalah 1,6 – 2 ton/m3,
ini berarti berat per potongan batu hanya sekitar maksimum 7.5 kg (untuk berat
jenis 2 t/m3).
Potongan batu ternyata sangat ringan. Untuk batuan seberat
itu, rasanya tidak perlu teknologi apapun. Masalah yang mungkin muncul adalah
medan miring yang harus ditempuh. Medan miring secara fisika membuat beban
seolah-olah menjadi lebih berat.
Hal ini karena penguraian gaya menyebabkan ada beban
horizontal sejajar kemiringan yang harus dipikul. Namun dengan melihat
kenyataan bahwa berat per potongan batu adalah hanya 7.5 kg, rasanya masalah
medan miring yang beundak-undak tidak perlu dipermasalahkan.
Kesimpulannya adalah proses pengangkutan potongan batu dapat
dilakukan dengan mudah dan tidak perlu teknologi apapun.
2. sumber material batu diambil dari sungai sekitar candi.
Hal ini berarti jarak antara quarry dan site sangat dekat. Walaupun jumlahnya
mencapai 2.000.000 potongan, namun ringannya material tiap potong batu dan
dekatnya jarak angkut, hal ini berarti proses pengangkutan pun dapat dilakukan
dengan mudah tanpa perlu teknologi tertentu.
3. candi dibangun dalam jangka waktu yang cukup lama. Ada
yang mengatakan 23 tahun ada juga yang mengatakan 92 tahun. Jika berasumsi
paling cepat 23 tahun. Mari kita berhitung soal produktifitas pemasangan batu.
Jika persiapan lahan dan material awal adalah 2 tahun, maka
masa pemasangan batu adalah 21 tahun atau 7665 hari. Terdapat 2 juta potong
batu. Produktifitas pemasangan batu adalah 2000000/7665 = 261 batu/hari.
Produktifitas ini rasanya sangat kecil. Tidak perlu cara
apapun untuk menghasilkan produktifitas yang kecil tersebut. Apalagi
menggunakan data durasi pelaksanaan yang lebih lama.
4. lamanya proses pembuatan candi dapat disebabkan ada
perubahan-perubahan design yang dilakukan selama pelaksanaannya. Hal ini
mungkin dikeranakan adanya pergantian penguasa (raja) selama proses pembangunan
candi.
5. borobudur dilihat secara fisik begitu impresif. Memiliki
10 lantai dengan bentuk persegi dan lingkaran. Memiliki relief sepanjang
dinding dan arca dalam jumlah yang banyak. Candi ini begitu memperhatikan
falsafah yang terkandung dalam ukuran-ukurannya. Hal ini membuktikan bahwa
candi dibangun dengan konsep design yang cukup baik.
6. Candi borobudur adalah candi terbesar. Candi borobudur
juga terlihat kompleks dilihat dari design arsitekturalnya terdiri dari 10
tingkat dimana tingkat 1-6 berbentuk persegi dan sisanya bundar. Dinding candi
dipenuhi oleh gambar relief sebanyak 1460 panel.
Terdapat 504 arca yang melengkapi candi. Ini jelas bukan
pekerjaan design dan pelaksanaan yang gampang.
Kesimpulannya candi borobudur
yang bernilai dari sisi design baik teknik sipil maupun seni arsitektur
membutuhkan perencanaan dan pengelolaan yang matang dari aspek design maupun
cara pelaksanaannya. Saya berkesimpulan candi ini dibangun dengan manajemen
proyek yang sudah cukup baik.
Akhirnya saya mengambil suatu kesimpulan umum bahwa candi
borobudur berbeda dengan bangunan pubakala lainnya yang dipenuhi misteri dan
mistis. Candi ini lebih dapat dijelaskan dengan konsep fisika sederhana. Cara
membangun candi ini bukanlah suatu hal yang dianggap misteri apalagi mistis.
Candi ini lebih bernilai dan terkenal bukan pada
misteri-misteri yang berserakan, tapi candi ini memiliki nilai design
aristektur dan teknik sipil serta kemampuan manajemen proyek yang tinggi yang
menunjukkan kemajuan pemikiran para pendahulu bangsa kita.
Sedangkan data yang menyimpulkan bahwa terdapat danau purba
di lokasi Brobudur berdasar pada penelitian van Bemmelen tahun 1933, yang
berhipotesis bahwa Telaga Borobudur terjadi akibat bendungan piroklastika
Merapi menyumbat aliran Kali Progo di kaki timurlaut Perbukitan Menoreh. Itu
terjadi sebelum Borobodur didirikan tahun 830-850. Dan adalah van Bemmelen juga
yang berhipotesis (bisa dibaca di bukunya : the Geology of Indonesia) yang
menyebutkan bahwa piroklastika Merapi pada letusan besar tahun 1006 telah
menutupi danau Borobudur menjadi kering dan sekaligus menutupi candi ini –
lenyap dari sejarah, sampai ditemukan kembali oleh tim van Erp pada tahun
1907-1911. Kalau melihat gambar peta dan penampang geologi volkano-tektonik
Gunung Merapi (van Bemmelen, 1949), akan tahulah kita bahwa ”nasib” Borobudur
sepanjang sejarahnya telah banyak ditentukan oleh merosot-runtuhnya dinding
baratdaya Merapi.
Hasil kajian geologi yang dilakukan Ir Helmy Murwanto MSc,
Ir Sutarto MT dan Dr Sutanto dari Geologi UPN ‘Veteran’ serta Prof Sutikno dari
Geografi UGM membuktikan, keberadaan danau di kawasan Candi Borobudur memang
benar adanya. Penelitian itu dilakukan sejak 1996 dan masih berlanjut sampai
sekarang. Bahkan, tahun 2005, penelitian tentang keberadaan danau purba itu
oleh Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Tengah, CV Cipta Karya dan
Studio Audio Visual Puskat, dibuat film dokumenter ilmiah dengan judul
‘Borobudur Teratai di Tengah Danau’.
Yang diteliti adalah endapan lempung hitam yang ada di dasar
sungai sekitar Candi Borobudur yaitu Sungai Sileng, Sungai Progo dan Sungai
Elo. Setelah mengambil sampel lempung hitam dan melakukan analisa laboratorium,
ternyata lempung hitam banyak mengandung serbuk sari dari tanaman komunitas
rawa atau danau. Antara lain Commelina, Cyperaceae, Nymphaea stellata,
Hydrocharis. “Istilah populernya tanaman teratai, rumput air dan paku-pakuan
yang mengendap di danau saat itu,” katanya.
Penelitian itu terus berlanjut. Selain lempung hitam, fosil
kayu juga dianalisa dengan radio karbon C14. Dari analisa itu diketahui endapan
lempung hitam bagian atas berumur 660 tahun. Tahun 2001, Helmy melakukan pengeboran lempung hitam pada kedalaman 40 meter. Setelah dianalisis dengan radio karbon C14 diketahui lempung hitam itu berumur 22 ribu tahun. “Jadi kesimpulannya, danau itu sudah ada sejak 22 ribu tahun lalu, jauh sebelum Candi Borobudur dibangun, kemudian berakhir di akhir abad ke XIII,” katanya.
lempung hitam bagian atas berumur 660 tahun. Tahun 2001, Helmy melakukan pengeboran lempung hitam pada kedalaman 40 meter. Setelah dianalisis dengan radio karbon C14 diketahui lempung hitam itu berumur 22 ribu tahun. “Jadi kesimpulannya, danau itu sudah ada sejak 22 ribu tahun lalu, jauh sebelum Candi Borobudur dibangun, kemudian berakhir di akhir abad ke XIII,” katanya.
Kenapa berakhir, kata Helmy, karena lingkungan danau
merupakan muara dari beberapa sungai yang berasal dari gunung api aktif,
seperti Sungai Pabelan dari Gunung Merapi, Sungai Elo dari Gunung Merbabu,
Sungai Progo dari Gunung Sumbing dan Sindoro. Sungai itu membawa endapan lahar
yang lambat laun bermuara dan menimbun danau. Sehingga danau makin dangkal,
makin sempit kemudian diikuti dengan endapan lahar Gunung Merapi pada abad XI.
Lambat laun danau menjadi kering tertimbun endapan lahar dan berubah menjadi
dataran Borobudur seperti sekarang.
Menurut Helmy, pada saat dilakukan pengeboran, endapan
danaunya banyak
mengeluarkan gas dan air asin. “Tapi lambat laun tekanannya berkurang, dan sekarang kita pakai sebagai monumen saja,” katanya.
mengeluarkan gas dan air asin. “Tapi lambat laun tekanannya berkurang, dan sekarang kita pakai sebagai monumen saja,” katanya.
Ditargetkan, pada penelitian berikutnya akan diteliti luasan
danau kaitannya dengan sejarah perkembangan lingkungan Borobudur dari waktu ke
waktu, mulai air laut masuk sampai laut tertutup sehingga berkembang menjadi
danau, kemudian danau menjadi rawa dan menjadi dataran.
Lalu, apa hubungannya dengan Sulaiman? Benarkah Candi
Borobudur merupakan peninggalan Nabi Sulaiman yang hebat dan agung itu? Apa
bukti-buktinya? Benarkah ada jejak-jejak Islam di candi Buddha terbesar itu?
Tentu perlu penelitian yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak untuk
membuktikan validitas dan kebenarannya.
Namun, bila pertanyaan di atas diajukan kepada KH Fahmi
Basya, ahli matematika Islam itu akan menjawabnya; benar. Borobudur merupakan
peninggalan Nabi Sulaiman yang ada di tanah Jawa.
Dalam bukunya, Matematika Islam 3 (Republika, 2009), KH
Fahmi Basya menyebutkan beberapa ciri-ciri Candi Borobudur yang menjadi bukti
sebagai peninggalan putra Nabi Daud tersebut. Di antaranya, hutan atau negeri
Saba, makna Saba, nama Sulaiman, buah maja yang pahit, dipindahkannya istana
Ratu Saba ke wilayah kekuasaan Nabi Sulaiman, bangunan yang tidak terselesaikan
oleh para jin, tempat berkumpulnya Ratu Saba, dan lainnya.
Dalam Alquran, kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Saba disebutkan
dalam surah An-Naml [27]: 15-44, Saba [34]: 12-16, al-Anbiya [21]: 78-81, dan
lainnya. Tentu saja, banyak yang tidak percaya bila Borobudur merupakan
peninggalan Sulaiman.
Di antara alasannya, karena Sulaiman hidup pada abad ke-10
SM, sedangkan Borobudur dibangun pada abad ke-8 Masehi. Kemudian, menurut
banyak pihak, peristiwa dan kisah Sulaiman itu terjadi di wilayah Palestina,
dan Saba di Yaman Selatan, sedangkan Borobudur di Indonesia.
Tentu saja hal ini menimbulkan penasaran. Apalagi, KH Fahmi
Basya menunjukkan bukti-buktinya berdasarkan keterangan Alquran. Lalu, apa
bukti sahih andai Borobudur merupakan peninggalan Sulaiman atau bangunan yang
pembuatannya merupakan perintah Sulaiman?
Menurut Fahmi Basya, dan seperti yang penulis lihat melalui
relief-relief yang ada, memang terdapat beberapa simbol, yang mengesankan dan
identik dengan kisah Sulaiman dan Ratu Saba, sebagaimana keterangan Alquran.
Pertama adalah tentang tabut, yaitu sebuah kotak atau peti yang berisi warisan
Nabi Daud AS kepada Sulaiman. Konon, di dalamnya terdapat kitab Zabur, Taurat,
dan Tingkat Musa, serta memberikan ketenangan. Pada relief yang terdapat di
Borobudur, tampak peti atau tabut itu dijaga oleh seseorang.
“Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: ‘Sesungguhnya
tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya
terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan
keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman’.” (QS Al-Baqarah [2]:
248).
Kedua, pekerjaan jin yang tidak selesai ketika mengetahui
Sulaiman telah wafat. (QS Saba [34]: 14). Saat mengetahui Sulaiman wafat, para
jin pun menghentikan pekerjaannya. Di Borobudur, terdapat patung yang belum
tuntas diselesaikan. Patung itu disebut dengan Unfinished Solomon.
Ketiga, para jin diperintahkan membangun gedung yang tinggi
dan membuat patung-patung. (QS Saba [34]: 13). Seperti diketahui, banyak patung
Buddha yang ada di Borobudur. Sedangkan gedung atau bangunan yang tinggi itu
adalah Candi Prambanan.
Keempat, Sulaiman berbicara dengan burung-burung dan
hewan-hewan. (QS An-Naml [27]: 20-22). Reliefnya juga ada. Bahkan, sejumlah
frame relief Borobudur bermotifkan bunga dan burung. Terdapat pula sejumlah
relief hewan lain, seperti gajah, kuda, babi, anjing, monyet, dan lainnya.
Kelima, kisah Ratu Saba dan rakyatnya yang menyembah
matahari dan bersujud kepada sesama manusia. (QS An-Naml [27]: 22). Menurut
Fahmi Basya, Saba artinya berkumpul atau tempat berkumpul. Ungkapan burung
Hud-hud tentang Saba, karena burung tidak mengetahui nama daerah itu.
“Jangankan burung, manusia saja ketika berada di atas pesawat, tidak akan tahu
nama sebuah kota atau negeri,” katanya menjelaskan. Ditambahkan Fahmi Basya,
tempat berkumpulnya manusia itu adalah di Candi Ratu Boko yang terletak sekitar
36 kilometer dari Borobudur. Jarak ini juga memungkinkan burung menempuh
perjalanan dalam sekali terbang.
Keenam, Saba ada di Indonesia, yakni Wonosobo. Dalam
Alquran, wilayah Saba ditumbuhi pohon yang sangat banyak. (QS Saba [34]: 15).
Dalam kamus bahasa Jawi Kuno, yang disusun oleh Dr Maharsi, kata ‘Wana’
bermakna hutan. Jadi, menurut Fahmi, wana saba atau Wonosobo adalah hutan Saba.
Ketujuh, buah ‘maja’ yang pahit. Ketika banjir besar (Sail
al-Arim) menimpa wilayah Saba, pepohonan yang ada di sekitarnya menjadi pahit
sebagai azab Allah kepada orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya.
“Tetapi, mereka berpaling maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang
besar[1236] dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi
(pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.” (QS
Saba [34]: 16).
Kedelapan, nama Sulaiman menunjukkan sebagai nama orang
Jawa. Awalan kata ‘su’merupakan nama-nama Jawa. Dan, Sulaiman adalah
satu-satunya nabi dan rasul yang 25 orang, yang namanya berawalan ‘Su’.
Kesembilan, Sulaiman berkirim surat kepada Ratu Saba melalui
burung Hud-hud. “Pergilah kamu dengan membawa suratku ini.” (QS An-Naml [27]:
28). Menurut Fahmi, surat itu ditulis di atas pelat emas sebagai bentuk
kekayaan Nabi Sulaiman. Ditambahkannya, surat itu ditemukan di sebuah kolam di
Candi Ratu Boko.
Kesepuluh, bangunan yang tinggal sedikit (Sidrin qalil).
Lihat surah Saba [34] 16). Bangunan yang tinggal sedikit itu adalah wilayah
Candi Ratu Boko. Dan di sana terdapat sejumlah stupa yang tinggal sedikit. “Ini
membuktikan bahwa Istana Ratu Boko adalah istana Ratu Saba yang dipindahkan
atas perintah Sulaiman,” kata Fahmi menegaskan.
Selain bukti-bukti di atas, kata Fahmi, masih banyak lagi
bukti lainnya yang menunjukkan bahwa kisah Ratu Saba dan Sulaiman terjadi di
Indonesia. Seperti terjadinya angin Muson yang bertiup dari Asia dan Australia
(QS Saba [34]: 12), kisah istana yang hilang atau dipindahkan, dialog Ratu
Bilqis dengan para pembesarnya ketika menerima surat Sulaiman (QS An-Naml [27]:
32), nama Kabupaten Sleman, Kecamatan Salaman, Desa Salam, dan lainnya. Dengan
bukti-bukti di atas, Fahmi Basya meyakini bahwa Borobudur merupakan peninggalan
Sulaiman.
Sumber: http://rudyoemsoe.blogspot.com/2013/10/misteri-candi-borobudur-dan-kisah-nabi.html
0 komentar:
Posting Komentar